Eh Pel, Tompel!! Begitulah beberapa teman lama memanggilku. Tepatnya ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Jika waktu ditarik mundur maka terhitung 11 atau 12 tahun yang lalu.
Pada awalnya aku menganggap itu biasa saja, mungkin karena aku masih kecil dan memang bodo amat dengan itu semua. Semakin lama, semakin sering panggilan itu terdengar, entah maksud mereka bercanda atau bagaimana tetapi lama kelamaan itu membuatku kalut juga.
Aku memang memiliki tanda lahir di rahang bawah bagian kanan, tidak terlalu besar tidak pula terlalu kecil. Tanda lahir itu berada di wajah dan mungkin itu yang menyebabkan tanda lahirku di notice oleh teman-teman. Bahkan aku sampai pernah protes kepada Bapak "Pak kok aku harus punya tanda lahir ini kenapa?"
Ketika di sekolah, jika dipanggil dengan panggilan itu terkadang aku pura-pura tidak mendengar karena sebutan itu terlalu menyakitkan. Mungkin aku berlebihan? Ya bisa jadi, tetapi itu benar-benar menyakitkan. Mereka sering mengejekku dengan menyebut kata-kata itu dan aku hanya menanggapi mereka dengan guyonan yang sungguh rasanya menyakitkan. Tetapi ketika di rumah aku sering kali berdiri di depan cermin. Menatap wajahku sendiri, lali ke arah tanda lahirku dan aku berbisik pada diriku dan Tuhanku. "Kenapa aku harus punya ini? Orang lain tidak? Orang lain terlihat cantik tanpa adanya tanda lahir di wajah. Orang lain terlihat lebih sempurna sedangkan aku tidak."
Aku masih ingat sekali, ketika wisuda kelulusan kelas 6, aku memang memakai baju adat jawa dan ber-make-up. Ketika tiba di kelas ada seorang teman yang menyambut dengan pernyataan yang sedikit menyakitkan. "Eh tompel mu ilang (eh tanda lahirmu hilang)" Iya hilang karena tersamarkan dengan make-up kala itu. Tetapi mengapa harus tanda lahirku yang lagi lagi menjadi sorotan? Itu membuatku merasa semakin malu harus memiliki tanda lahir ini dan membuatku semakin tidak percaya diri apabila harus berhadapan dengan orang-orang.
Ketika memasuki bangku smp, pada awalnya aku masih membiarkan tanda lahirku terlihat sampai pada akhirnya ada temanku yang bertanya "Win, koe ndue tompel?(Win, kamu punya tompel?)" Mulai pada saat itu aku merasa sangat membenci diriku sendiri. Kenapa aku harus punya tanda lahir seperti ini sedangkan orang lain tidak.Mulai saat itu aku berpikir bagaimana agar teman-teman smp dari kelas lain tidak mengetahui jika aku memiliki tanda lahir. Maka aku pun mencoba beberapa macam model jilbab dan yahh finally aku menemukan cara untuk menutupinya. Ya benar sekali aku menutupinya di balik jilbabku hingga sekarang. Bahkan di balik itu aku sambil berusaha untuk menghilangkannya. Aku mencari informasi di internet bagaimana cara menghilangkannya. Mulai dari aku gores hingga kula yang kuharap nantinya kulit baru yang tumbuh bisa berwarna sama dengan kulit yang normal. Pernah juga sampai aku beri bawang putih agar menghasilkan luka juga dab kuharap hasilnya adalah tanda lahirku bisa hilang. Lucu juga jika diingat-ingat sekarang ehehehe sampai segitunya.
Sebenarnya itu semua aku lakukan karena hanya ingin diterima dengan baik oleh teman-temanku. Dulu kala smp dan sma aku takut jika teman-temanku tidak bisa menerimaku dengan baik seperti ketika aku masih duduk di sekolah dasar. Apalagi ketika aku sudah memasuki masa pubertas dan tentu ada rasa tertarik dengan doi ehehehe, aku takut seseorang itu tidak bisa menerimaku. Mohon maaf gaess bucin.
Yah ketakutanku masih terasa hingga sekarang. Sampai aku duduk di bangku kuliah ini, aku masih menutupinya. Mungkin yang perlu teman-teman tahu, bagi kalian mungkin kata-kata ejekan seperti ketika aku sd dulu tidak ada artinya, mungkin niat kalian juga bercanda, tetapi mungkin juga ada seseorang yang memendam rasa kecewa, sakit, takut, dan hal lainnya. Luka masa lalu kataku. Sekarang aku sedang belajar menghapusnya. Belajar menerima, sebagaimana sahabat-sahabatku yang tahu aku memiliki tanda lahir ini juga menerima. Dan mungkin Allah memberiku satu perbedaan yang istimewa, entah apa maksudnya aku tidak tahu. Tapi, pasti ada alasan di balik penciptaanya.
0 Response to "Yang Disembunyikan"
Post a Comment